Gambar dari saifulah.id |
Tiba - tiba terdengar seorang anak kecil menangis dari arah sampingku. "ampun ..ma ampun ma..". Sambil terisak anak tersebut aku tengok sedang memohon ampun kepada seorang perempuan paruh baya menggunakan baju warna ungu. Aku yakin itu Ibunya. "Kamu ya tidak seperti kakamu yang menurut, sudah di bilang mau hujan jangan main malah kabur, kata Ibunya dengan nada yang meninggi sambil menarik anak tersebut menjauh dari warung".
Aku hanya bisa melihatnya berlalu dan seketika lamunanku kembali ke masa kecilku.
Pada masa kecilku tiada hari tanpa berulah. Bermain, berantem, berlari, terjatuh, kemudian menangis. Itulah dunia anak - anak, dunia bermain. Tapi......Mengapa orang tua sering membandingkan anaknya dengan orang lain????
Pertanyaan itu pernah aku ajukan ke Ibuku. " Seorang Ibu pada dasarnya hanya ingin membuat anaknya lebih baik. Tapi tanpa di sadari membandingkan itu juga bukan cara yang tepat untuk merubah anak, kata Ibuku"
"Lalu sebaiknya bagaimana Bu?Akupun melanjutkan pertanyaanku"
"Orang tua harus tau terlebih dahulu dampak dari membandingkan anaknya dengan orang lain ataupun dengan anak kandungnya sendiri". Dampangnya antara lain :
1. Anak Menjadi Kurang Percaya Diri
Hanya dengan terus membandingkan tanpa benar-benar memberikan kesempatan untuk mereka memperbaiki diri lambat laun akan membuat anak cenderung meragukan dirinya sendiri dan menjadi tidak percaya diri. Terutama begitu tahu ada orang lain yang lebih unggul dari dirinya.
Kita bisa membantu anak berubah menjadi orang yang lebih baik tanpa harus membanding-bandingkan dirinya. Caranya cukup dengan memberi tahu apa yang seharusnya ia lakukan dan terus membimbingnya supaya dapat berubah.
2. Anak Merasa Cemburu
Saat kita terus membandingkan dirinya dengan anak lain yang lebih baik, anak tentu jadi merasa cemburu karena ada orang yang jelas-jelas “difavoritkan” oleh orangtuanya sendiri.
Kecemburuan yang terpupuk sejak kecil tidak baik untuk kesehatan jiwa anak karena dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, atau kekecewaan mendalam baik pada diri sendiri maupun orangtua dan teman-temannya.
3. Anak Jadi Berpikir Negatif
Awalnya anak mungkin terpacu untuk menjadi lebih baik. Namun jika kita tidak pernah mengapreasiasi usahanya dengan terus membandingkan anak dengan yang lain, ia jadi tidak pernah merasa bangga dan puas dengan apa yang dilakukannya.
Ia akan dirundung dengan pikiran negatif bahwa ia tidak akan pernah sukses karena terus cemas dan takut gagal. Akibatnya, ia jadi tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri dan semakin terpuruk. Oleh karena itu, selalu apresiasi atas hal sekecil apapun yang sudah ia peroleh.
4. Hubungan Orang Tua Dengan Anak Menjadi Renggang
Anak mungkin merasa dihina, disudutkan, tidak diperhatikan, dan tidak pernah didukung oleh orang tuanya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ia mungkin juga menganggap bahwa kita tidak menyayanginya. Emosi anak yang tidak stabil bisa meluap karena ini sehingga akhirnya kita akan langganan beradu mulut dengan anak.
Suasana kekeluargaan yang harusnya hangat justru memanas dan bisa merenggangkan hubungan anak dan kita sebagai orang tua.
Jangan sampai kebiasaan membandingkan anak ini menjadi bumerang untuk kita sendiri karena keliru dalam mendidiknya.
" Mas Mas jadinya Rp 12.000, kata penjual warung". Suara tegas dari penjual warung tadi membangunkan aku dari lamunanku. Akhirnya, aku membayar dan pulang ke rumah ditemani hujan rintik - rintik.
Kita harus bijaksana
BalasHapusIya Bu semangat salam literasi
HapusSemoga kt tak mlkukn hal itu dan bsa bijaksana dakam menghadapai anak-anak kita yg beda karakter. Terimakasih telah mengingatkan
BalasHapusSama - sama Bu semoga bermanfaat...salam literasi
Hapusterimakasih diingatkan kembali
BalasHapusAminn sama - sama
Hapus